Rabu, 11 Februari 2015

CARA MENGATASI STRES

fikiran anda sering tegang? anda merasa stres? saya bantu anda dengan hypnosis merelaksasi fikiran anda, menghilangkan ketegangan fikiran anda. menjadikan anda kembali positif thinking menjadikan hidup merasa bahagia tanpa batas. bersama Nathalia Sunaidi, Hypnoterapist professional di indonesia, amerika dan Singapura. hanya mengikuti audio ini, anda bisa rieleks selamanya dan bahagia tanpa batas. dapatkan harga murah banget hanya Rp 50.000,- hubungi 085795853700


MAKALAH


PROGRAM PENANGANAN PENYAKIT KEKURANGAN HORMON DAN HIPERPLASIA PROSTAT PADA LANSIA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Salah satu hasil pembangunan kesehatan adalah meningkatnya harapan hidup (life expentency). Proyeksi penduduk oleh Biro Pusat Statistik menggambarkan bahwa antara 5005-2020 jumlah penduduk lansia sekitar 19 juta jiwa atau 8,5% dari seluruh jumlah penduduk. WHO telah memperhiungkan bahwa di tahun 2025, Indonesia akan mengalami 41,4% yang merupakan sebuah peningkatan tertinggi di dunia. Meningkatnya jumlah penduduk lanjut usia menimbulkan masalah terutama dari segi bidang kesehatan dan kesejahteraan.
Peningkatan usia tersebut sering diikuti dengan meningkatnya penyakit kekurangan hormonal dan hiperplasia prostat. Penyakit kekurangan hormonal pada lansia antara lain osteoporosis, diabetes melitus dan hipotyroid. Sedangkan hyperplasia prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat. Secara umum, hal ini terjadi pada pria usia lebih dari 50 tahun yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. (sumber:Rencana asuhan keperawatan marilynn deonges).
B.  Rumusan masalah
1.    Bagaimana program penanganan kekurangan hormon pada lansia?
2.    Bagaimana program penanganan hiperplasia prostat?
C.     Tujuan Penulisan                             
1.    Untuk mengetahui berbagai macam penyakit kekurangan hormon pada lansia
2.    Untuk mengetahui pengertian dari hyperplasia prostat
3.    Untuk mengetahui program penanganan kekurangan hormon pada lansia
4.    Untuk mengetahui program penanganan hiperplasia prostat

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penyakit Kekurangan Hormon
Hormon adalah zat kimia dalam bentuk senyawa organik yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin. Hormon mengatur aktivitas seperti metabolisme, reproduksi, pertumbuhan, dan perkembangan.
Kelenjar endokrin disebut juga kelenjar buntu karena hormon yang dihasilkan tidak dialirkankan melalui suatu saluran tetapi langsung masuk kedalam pembuluh darah. Hormon dari kelenjar endokrin mengikuti peredaran darah ke seluruh tubuh hingga mencapai organ – organ tertentu. Meskipun semua hormone mengadakan kontak dengan semua jaringan dalam tubuh, namun hanya sel / jaringan yang mengandung reseptor yang spesifik terhadap hormon tertentu yang terpengaruh hormon tersebut.
Kemampuan sistem endokrin dalam menghasilkan hormone akan mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya usia. Proses menua yang terjadi pada seseorang merupakan suatu proses alami secara fisiologik dan biologik yang sangat wajar terdapat pada seluruh organ dan sel dalam tubuh.
Beberapa gangguan penyakit akibat kekurangan hormon pada lansia antara lain :
1.      Osteoporosis
a.      Pengertian
Osteoporosis berasal dari  kata osteo dan porous, asteo artinya tulang dan porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan mikro-arsitektur tulang dan penurunanan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan  kerapuhan tualng. Dua sel yang sangat penting  dalam proses ini adalah osteoblast yang berfungsi dalam pembentukan tulang dan osteoklast yang berfungsi dalam proses resorpsi tulang.
Proses pembentukan dan resorpsi ini terjadi seumur hidup. Pada usia mulai 40 tahun massa tulang akan mulai berkurang sebagai akibat dari mulai berkurangnya fungsi osteoblast. Penurunan massa tulang inilah yang menyebabkan osteoporosis pada lansia. Massa tulang sangat dipengaruhi oleh kalsium karena 98% dari kalsium yang tersimpan dalam tulang. Kalsium yang berperan disini adalah kalsium ion yang dipengaruhi oleh 3 hormon, yaitu : hormon paratiroid, 1,25 dihidroksi vitamin D, dan kalsitonin. Hormon paratiroid berperan dalam proses resorpsi tulang dengan mengaktifkan osteoklast dan akan mengakibatkan meningkatnya kadar kalsium dalam darah. 1,25 dihidroksi vitamin D akan merangsang osteoblast baru kemudian merangsang osteoklast. Sedangkan kalsitonin berperan sebagai pencegah osteoklast. Dari penelitian juga diketahui bahwa hormon estrogen berperan dalam penekanan proses resorpsi tulang.
v Program Penanggulangan
A.    Di Puskesmas
Tujuan pengobatan adalah meningkatkan kepadatan tulang berupa :
·         penyuluhan kepada pasien dan keluarga
·         aktifitas fisik berupa senam osteoporosis bagi para manula
·         Pengobatan berupa pemberian kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi
B.     Di Rumah sakit
Pemeriksaan kondisi tulang perlu dilakukan sebelum pemberian intervensi lebih lanjut.



i.                    Wanita
Pemberian esterogen (biasanya bersama dengan progesteron) atau alendronat, yang bisa memperlambat atau menghentikan penyakitnya. Bifosfonat juga digunakan untuk mengobati osteoporosis.
ii.                  Pria
Pada pria yang menderita osteoporosis biasanya mendapatkan kalsium dan tambahan vitamin D, terutama jika hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa tubuhnya tidak menyerap kalsium dalam jumlah yang mencukupi. Jika kadar testosteronnya rendah, bisa diberikan testosteron

Program pengendalian harus bersfat komperhensif, integratif, sepanjang hayat dan dlaksanakan secara bertahap, meliputi :
i.                    Penyuluhan ( KIE )
ii.                  Kemitraan
iii.                Perlindungan Khusus
iv.                Penemuan dan tatalaksana kasus
v.                  Surveilans epidemiologi osteoporosis
vi.                Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan osteoporosis
vii.              Pemantauan dan penilaian

b.    Pemeriksaan Kondisi Tulang
Untuk mengetahui kondisi tulang, dapat dilakukan dengan 2 cara, yakni mengukur bone mineral density dan penanda biokimiawi tulang.Kedua pemeriksaan ini berbeda, namun dapat saling melengkapi hingga didapatkan infromasi yang lebih lengkap tentang status tulang. Adapun jenis pemeriksaan yang dilakukan adalah :
1)      Bone Mineral Density (BMD)
Suatu pemeriksaan yang mengukur densitas/ kepadatan mineral dalam tulang dengan sinar X khusus, CT scan atau ultrasonografi, informasi ini menunjukkan kepadatan tulang saat pemeriksaan dilakukan. BMD tidak dapat memprediksi densitas tulang pada masa yang akan datang.
2)    Pemeriksaan Laboratorium
Penanda biokimia tulang pemeriksaan ini menggunakan sampel darah, mewakili proses reformasi tulang, sehingga memberikan informasi mengenai ketidakseimbangan potensial antara pembentukan dan resorpsi tulang. Resiko tulang patah/ retak berhubungan dengan penurunan nilan BMD, sehingga dibutuhkan kombinasi dengan pemeriksaan penanda tulang yang lebih baik.

c.    Pemeriksaan Pada Penderita Osteroporosis
1)      N-MID Osteocalcin
Untuk menilai pembentukan tulang N-MID Osteocalcin adalah salah satu bagian osteocalcin yakni protein yang di produksi oleh osteoblas. Osteoblas merupakan sel yang berperan dalam pembentukan tulang, karena itu kadar osteocalcin menunjukkan juga aktivitas osteoblas yakni pembentukan tulang.
2)      CTx (C-Telopeptide)
Untuk menilai resorpsi/ pembongkaran tulang juga untuk menilai respon terhadap obat antiresorpsi. Pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan :
a)       Jika beresiko tinggi terkena osteoporosis, yaitu untuk deteksi dini
b)       Pengukuran keseimbangan pembongkaran tulang pada pria dan wanita usia diatas 40 tahun, karena kehilangan tulang dimulai pada usia sekitar 40 tahun.
c)    Pengukuran sebelum dilakukannya terapi antiresopsi oral
Pengukuran pada 3 bulan setelah terapi dan untuk melihat apakah terapi antiresorpsi oral. Untuk mengetahui efikasi terapi dan untuk melihat apakah terapi yang diberikan sudah tepat atau belum.
Jika hasil laboratorium menunjukkan resiko osteoporosis yang harus dilakukan adalah konsultasikan dengan dokter keluarga anda. Bila perlu dokter akan meminta anda melakukan pemeriksaan lanjutan, misalnya dengan pemeriksaan bone mineral density untuk menentukan tingkat kepadatan dan kondisi tulang serta memastikan ada tidaknya osteoporosis.

2.   Diabetes Mellitus
Diabetes melitus yang terdapat pada usia lanjut mempunyai gambaran klinis yang bervariasi luas, dari tanpa gejala sampai dengan komplikasi nyata dan kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan yang biasa ditemui pada usia lanjut. Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia dan polifagia, pada DM usia lanjut tidak ada. Umumnya pasien datang dengan keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pada usia lanjut, respon tubuh terhadap berbagai perubahan/gejala penyakit mengalami penurunan. Biasanya yang menyebabkan pasien usia lanjut datang berobat adalah karena gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan biasa.


v  Program Penanggulangan
A.    Puskesmas
i.                    Edukasi
Puskesmas selain melakukan pembinaan kepada kader juga memberikan informasi melalui penyuluhan langsung ke masyarakat maupun secara tidak langsung menggunakan poster, leaflet dan lain-lainnya yang meliputi materi dasar yang telah diberikan pada pelatihan dini, yaitu :
·         Pengendalian DM dan keluhannya
·         Pengenalan faktor resiko DM
·         Pengukuran berat badan ideal
·         Pengukuran tekanan darah
·         Pengukuran aktifitas fisik sederhana
·         Pengetahuan diet sehat
·         Aktifitas fisik/ olahraga yang sehat
ii.                  Pengelolaan Makanan
Kader yang sudah dilatih dapat melakukan penyuluhan kegiatan tentang pengelolaan makanan sederhana yang meliputi :
·         Pengukuran berat badan ideal
·         Pengetahuan diet sehat
·         Melakukan pengelolaan makanan kepada diabetisi
iii.                Aktifitas  Fisik
Puskesmas melakukan pembinaan kepada kader kesehatan mengenai aktifitas fisik atau olahraga yang sehat dan merangsang terbentuknya kelompok-kelompok senam yang ada di masyarakat.

iv.                Pengobatan
·         puskesmas dapat melakukan diagnosis DM dan melakukan pengobatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
·         Memotivasi kader dan keluarga diabetisi untuk melakukan pengawasan minum obat, pola makan sehat tinggi serat rendah gula, dan aktifitas fisik rutin pada diabetisi.
·         Pemberian obat hipoglikemik akan dilakukan apabila dalam jangka waktu dua minggu penerapan diet dan olah raga tidak mampu menurunkan kadar gula darah
v.                  Melakukan rujukan
·         Puskesmas mampu melakukan pengobatan tingkat dasar dan melakukan rujukan pasien sesuai dengan tingkat kemampuan puskesmas.
·         puskesmas mampu melakukan perencanaan kebutuhan obatnya guna pemenuhan kebutuhan diabetisi sesuai peraturan yang ada.
B.     Rumah Sakit
·         Menerima rujukan medik meliputi  konsultasi pasien untuk keperluan diagnostik , pengobatan, tindakan operatif ditujuan untuk diabetisi dengan komplikasi
·         Melakukan pembinaan  terhadap diabetisi melalui penyuluhan lanjutan meliputi:
Ø  Pengobatan komplikasi DM.
Ø  Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan.
·         Melakukan fasilitasi peningkatan kemandirian masyarakat melalui pembentukan kelompok-kelompok diabetisi.
·         Pemberian insulin akan dilakukan oleh tenaga medis


3.   Penyakit Gondok Tyroid
Penyakit gondok tyroid adalah penyakit yang terjadi karena gangguan pada kelenjar tiroid atau gondok manusia yang bentuknya seperti kupu-kupu. Ia terletak di daerah leher sebelah depan pada ruas ke 2 dan 3 dari tenggorokan.
a.    Hipotiroid
1)      Definisi
Hipotiroid yaitu suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif dalam memproduksi hormone tiroid sehingga tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
2)      Program Penanggulangan
a.      Puskesmas
Program penanggulangan penyakit gondok di puskesmas hanyalah sebatas pemeriksaan dan diagnosa awal yang berupa :
·         Pengkajian tentang keluhan yang dirasakan
·         Pemeriksaan fisik
·         Pemeriksaan laboratorium berupa TSH
·         Melakukan rujukan untuk tindakan lebih lanjut.
b.      Rumah sakit
Tujuan pengobatan hipotiroidisme adalah dengan mengganti kekurangan hormone tiroid. Pengobatan diberikan dalam jangka panjang, biasanya obat akan terus diminum sepanjang hidup penderita. Pengobatan harus tetap dilanjutkan walau gejala sudah mereda. Yang banyak dipakai adalah hormone tiroid T4 buatan.
Bentuk yang lain adalah hormone tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan). Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormone tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Kemudian dosis obat akan diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal.
Pengukuran hormon tiroid harus dilakukan secara teratur setiap tahun setelah diperoleh dosis obat yang tetap.selain itu, setelah terapi hormone pengganti dimulai, perlu diperhatikan apakah terjadi tanda-tanda hipertiroidisme seperti penurunan berat badan yang cepat, banyak berkeringat dan gelisah.

B.  Hiperplasia prostat
1.    Definisi
Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi  berupa hiperplasia kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Sabiston, David C,1994). Hyperplasia prostat adalah Pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. (sumber:Rencana asuhan keperawatan marilynn deonges).

2.    Program Penanggulangan Hiperplasia prostat
a)      Di puskesmas
·         Pengkajian tentang keluhan yang dirasakan
·         Pemeriksaan colok dubur : pada perabaan ini diperhatikan konsistensi prostat, adakah asimetris, adakah nodul pada prosta, apakah batas atas dapat diraba, derajat berat obstruktif.
·         Pemeriksaan laboratorium berupa analisa urin, elektrolit, kadar ureum dan creatinin
·         Pemeriksaan foto polos abdomen
·         Melakukan rujukan untuk tindakan lebih lanjut.

Derajat
Colok Dubur
Sisa Volume Urine
I
Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba
< 50 ml
II
Penonjolonan prostat jelas, batas atas dapat dicapai
50-100 ml
III
Batas atas prostat tidak dapat diraba
>100 ml
IV
Retensi urine total

b)     Di rumah sakit
Dalam penatalaksanaan pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis
                  i.  Stadium I : Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah, diberikan pengobatan konservatif, misalnya menghambat adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
ii..    Stadium II : Pada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra (trans uretra)
iii.    Stadium III : Pada stadium II reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka. Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik dan perineal.
iv.    Stadium IV : Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok melengkapi diagnosis, kemudian terapi definitive dengan TUR atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif dengan memberikan obat penghambat adrenoreseptor alfa. Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen yang menekan produksi LH. (Sumber : Sjamsuhidjat 2005)


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Penyakit kekurangan hormonal pada lansia antara lain osteoporosis, diabetes melitus dan hipotyroid. Tujuan penanganan osteoporosis adalah meningkatkan kepadatan tulang dengan mengonsumsi kalsium dan vitamin D dalam jumlah yang mencukupi. Program penanganan DM yaitu Pengaturan gaya hidup sehat, Pemberian obat hipoglikemik oral (OHO) dan Pemberian insulin. Tujuan pengobatan hipotiroidisme adalah dengan mengganti kekurangan hormone tiroid yang banyak dipakai adalah hormone tiroid T4 buatan.
Hyperplasia prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat. Program penanganan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran klinis.

B.     Saran
Bagi para lansia disarankan untuk memeriksakan kesehatannya secara teratur, menjaga kesehatannya dengan cara olah raga dan makanan sehat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar